Saturday, December 29, 2012

Cerpen "Gokiburi"

"Hani!"
            Hani menoleh. Ternyata Jeje yang memanggilnya.
            "Ada apa?" tanya Hani. Jeje hanya menunjuk-nunjuk kertas kecil yang dipegangnya.
            "Apa maksudnya ini?" Jeje balik bertanya sambil terus menunjuk-nunjuk kertas kecil dengan tatapan marah.
           "Kenapa? Ada yang salah?" ujar Hani sambil merebut kertas tersebut. Dia membacanya dan menoleh ke Jeje.
            "Kau menyadarinya kan?!" seru Jeje dan mukanya memerah saking kesalnya.
            "Ada apa sih? Sudah dulu ya, aku mau pulang," kata Hani santai sambil meninggalkan Jeje. Inilah kebiasaan Hani, suka jahil dan membuat teman-temannya marah, tapi dia tidak mengakuinya.
            Sampai saat itu, dalam kertas kecil yang dipegang Jeje isinya adalah ejekan untuknya yang dibuat Hani. Semua orang sudah tahu bahwa Jeje anak yang gampang marah, walaupun begitu Hani tetap menjahilinya. Dia senang melihat Jeje marah tak terkendali.
            Hani berlari pulang karena tidak mau terkena marah Jeje. Dia tertawa-tawa sendiri saking senangnya mengganggu Jeje. Lalu seseorang memanggilnya, "Hani!"
          "Eh, Xave!" seru Hani dengan tatapan senang. Xave adalah temannya yang juga suka menjahili seseorang. Bisa dibilang mereka satu tim.
            "Hari ini kamu jailin siapa aja?" tanya Xave.
         "Banyak. Ada Natasha, Fitri, Hanifa, Veren, Licya, dan Jeje," jawab Hani sambil memasukkan permen mainannya untuk dijadikan jailan ke temannya besok.
            "Wah? Kau jailin Jeje? Bagaimana tampangnya?" tanya Xave lagi sambil membayangkan wajah Jeje saat sedang marah.
            "Kau pasti tidak tahan dengan wajahnya!" seru Hani sambil tertawa puas. Xave juga ikut tertawa.
            "Oh iya, hari ini kamu menjahili siapa aja, Ve?" tanya Hani.
            "Ooh.. hanya 4 orang. Ada Aldy, Daffa, Panji, dan Siddhi," jawab Xave. "Tapi mereka biasa saja, mungkin mereka sudah biasa dengan tipuanku. Lebih baik besok aku ganti korban."
            "Sudah kuduga, tipuanmu juga sudah pasaran dan juga tidak seru. Aku punya barang baru," kata Hani sambil memberikan Xave sebuah permen karet yang jika dipegang akan meledak.
            "Apakah ini permen karet yang meledak itu?" tanya Xave.
           "Iya! Aku baru membelinya kemarin. Aku belum mencobanya, tapi sepertinya permen karet itu dapat bekerja dengan baik," jawab Hani. Xave mengangguk-angguk dan menyimpan permen karet itu ke tasnya.

*

            Keesokan harinya, Hani dan Xave beraksi lagi. Kali ini Hani akan menjaili Salsa. Saat istirahat dia menghampiri Salsa yang sedang membaca buku di kelas.
            "Hey, Salsa!" panggil Hani dengan senyum jahilnya. Salsa menoleh padanya.
            "Ya, ada apa Hani?" jawab Salsa.
            "Kamu gak snack?" tanya Hani sambil duduk di sebelahnya.
            "Aku gak bawa uang," jawab Salsa datar.
            "Aku bawa cokelat batang nih. Kamu mau?" tanya Hani sambil memperlihatkan cokelat batangnya. "Aku bawa lima nih."
            "Gak usah, aku gak lapar. Itu juga bekal kamu," ujar Salsa.
            "Ayo, ambil aja, gapapa," kata Hani sedikit memaksa. Salsa menggelengkan kepalanya.
            "Ya udah kalau gamau. Tapi kalau kamu berubah pikiran, aku tinggalkan cokelatnya di sini ya," kata Hani sambil menyimpan cokelat batangnya di meja Salsa dan meninggalkannya. Hani kembali ke kursinya dan melihat gerak-gerik Salsa.
            Saat yang ditunggu-tunggu pun datang. Salsa mengambil cokelat batang yang pertama, saat dia menggigitnya, mukanya langsung memerah dan matanya berair. Ternyata, cokelat batang yang Salsa ambil adalah cokelat yang dalamnya terdapat 5 buah cabe rawit. Salsa langsung mencari air minum. Hani tertawa terbahak-bahak dan untung saja Salsa sudah keluar kelas untuk mencari air minum.
            Pulang sekolah pun tiba. Hani langsung menghampiri Xave yang sedang memasukkan mainan tipuannya ke dalam tas.
            "Hai! Bagaimana? Berhasil menipu Ariq?" tanya Hani sambil menepuk tas Xave.
            "Berhasil! Ternyata permen karet yang diberikanmu efeknya bagus banget! Sampai sekarang Ariq masih takut tuh dengan ledakannya, mungkin dia masih terbayang-bayang dengan suara ledakannya," jawab Xave sambil menunjuk Ariq yang badannya masih gemetaran. Hani dan Xave tertawa puas.
            "Oh ya, hari ini kamu jailin siapa?" tanya Xave pada Hani.
            "Salsa! Walaupun cuma jailin Salsa, tapi aku puas banget!" jawab Hani sambil tertawa.
            "Apa yang kau lakukan ke Salsa kali ini?" tanya Xave tidak sabar.
            "Kali ini aku memberinya cokelat batang. Dia memakan cokelat batang yang isinya ada 5 cabe rawit," jawab Hani. "Dan lihatlah."
            Hani mematahkan salah satu cokelat batang yang dikembalikan Salsa padanya. Isi cokelat batang yang dipatahkan Hani adalah garam.
            Sambil pulang Hani dan Xave terus tertawa saking gelinya dengan cerita-cerita tadi. Hani masih menyiapkan 3 cokelat batang yang isinya bermacam-macam. Dan target dia besok adalah Rana, Mei, Diana, Fani, dan Nanda.
            "Hey Xave, besok kamu menjahili siapa?" tanya Hani.
            "Maunya sih Hamzah, Fendi, dan Mikail," jawab Xave. "Kalau masih sempat aku juga mau menjahili Ivan."
            "Wah, oke.. awas, hati-hati nanti pas ngejailin Fendi!" ucap Hani.
            "Yap, tenang aja," kata Xave santai.
            Lalu mereka berdua berdiskusi akan menjahili dengan tipuan seperti apa dan seperti apa barangnya. Mereka juga mampir dulu di toko mainan untuk persiapan besok. Dengan tidak mereka sadari Adilla, Annisa, dan Rania melihatnya dan mendengar pembicaraan Hani dan Xave.

*

            Keesokan harinya, Hani kembali beraksi. Saat jam istirahat, dia menghampiri Rana di kantin yang sedang makan bersama Mei, Fani, dan Nanda.
            "Hey semua!" sapa Hani mencoba untuk ramah.
            "Hai, Ni," balas Rana.
            Lalu Hani mengeluarkan sesuatu dari tas kecilnya, "Nih, ada yang mau?" Hani menawarkan 4 permen yang berbeda-beda rasanya.
            "Permen merk apa itu?" tanya Nanda. "Aku belum pernah melihatnya."
            "Permennya memang gak terkenal sih. Tapi halal kok, percaya deh," jawab Hani sambil tersenyum iseng.
            "Aku nggak deh, lagi gak mood," kata Mei sambil tersenyum kecil. Dalam hati Hani sedikit kecewa, tapi untuk Mei dia punya tipuan lain.
            "Kalau Fani, Rana, sama Nanda gimana? Mau gak?" tawar Hani dengan tampang memelas.
            "Oke deh aku ambil satu," jawab Fani sambil mengambil permennya dari tangan Hani dan membuka bungkusnya.
            "Sini, aku ambil satu," ujar Rana dan mengambil permennya.
            "Nanda mau? Ayo! Rugi loh kalau gak makan permen ini," kata Hani sedikit memaksa.
            "Nyobain deh." Nanda mengambil permennya dan membuka bungkus dan memakannya. Dan sisa satu permen di tangan Hani, yang awalnya untuk Mei, tapi kali ini dia akan memberikan permen ini ke Diana.
            "Oke.." dalam hati Hani senang dan kembali berkata, "Oh ya, ada yang tahu sekarang Diana ada di mana?"
            "Kalau gak salah dia ada di kelas," jawab Mei dan Fani berbarengan.
            "Ooh, terima kasih!" seru Hani sambil meninggalkan mereka berempat sambil tersenyum puas.
            Lalu Hani kembali ke kelas dan melihat ada Diana yang sedang memainkan hpnya. Hani menghampirinya dan menyapanya, "Hai, Diana!"
            "Oh, hai," balas Diana.
            "Kamu gak jajan?" tanya Hani.
            "Tadi udah kok," jawab Diana.
            "Nih, kalau kamu masih lapar," ujar Hani sambil menyodorkan satu permen rasa jeruk yang tersisa.
            "Gak usah ah," balas Diana datar.
            "Udah gapapa, aku ikhlas kok. Ayo ambil aja, ayo!" kata Hani sedikit memaksa. Diana orangnya gampang termengaruh jika ada yang memaksanya.
            "Iya iya aku ambil permennya," jawab Diana dan mengambil permen di tangan Hani. Dia membuka bungkusnya dan mengemutnya. Tak lama kemudian tampangnya berubah.
            "Kenapa, Di?" tanya Hani pura-pura tidak tahu.
           "Ugh, aku mau ke toilet sebentar ya!" seru Diana sambil berlari menjauh. Hani tertawa terbahak-bahak melihat itu. Dia juga yakin bahwa Rana, Fani, dan Nanda juga akan ke toilet.
            Sebenarnya permen itu sudah dicampur dengan bubuk mules. Jadi, yang memakan permen itu akan merasa mules, dan bubuk itu hanya bereaksi selama dua hari. Hani masih tertawa terbahak-bahak dan dia puas apa yang tadi ia lakukan.

*

            Hari itu Hani belum sempat mengerjai Mei. Meinya selalu berhalangan, saat dia mau menjailinya, Mei sedang mengobrol dengan guru. Hani tidak mau melakukannya di depan guru dan dia tidak mau terkena marah dari guru. Dan saat mau menjaili Mei yang kedua kalinya, Mei sedang ada di ruang mading yang diawasi kepala sekolah. Dan Hani memutuskan besok dia akan mengerjakan Mei, Nabila, Aya, Nisa, Adilla, dan Annisa. Kenapa banyak? Karena Aya, Adilla, dan Annisa selalu di dalam kelas mereka setiap istirahat, sedangkan Nabila dan Nisa mereka selalu di lapangan untuk menonton laki-laki main bola. Dan Mei, dia harus langsung mengerjainya besok dan target pertamanya Mei.
            Hani kembali mengobrol dengan Xave. Seperti biasanya mereka tertawa puas dengan cerita masing-masing. Dan mereka kembali membeli barang tipuan untuk besok, mereka membeli sampai sekardus untuk dibawa sebagian besok karena target Hani dan Xave banyak.
           
*

            Keesokan harinya, saat jam istirahat, Hani kembali mengerjai teman-temannya. Dan dia bisa mengerjai Mei tapi tidak begitu bagus, Mei bukan tipe orang yang heboh, dia bisa dibilang lempeng. Setelah itu dia mengerjai Nabila dan Nisa dan berhasil. Selanjutnya, Annisa dan Adilla!
             Hani memasuki kelas Annisa dan Adilla, dan dia pergi ke tas Adilla dan diam-diam memasukkan kecoa kecil ke dalam tasnya. Jadi saat Adilla membuka tasnya, kecoa itu akan loncat dan menempel di bajunya dan pastinya itu hanya kecoa mainan.
            "Hai Adilla, Annisa!" sapa Hani.
            "Hai Hani," balas Adilla dan Annisa berbarengan.
            "Eh, Adilla, aku boleh pinjam buku catatanmu?" tanya Hani.
            "Oh, boleh kok. Tunggu sebentar ya," jawab Adilla sambil menuju tasnya dan Hani sudah berharap agar kecoa mainan tadi dapat berhasil.
            Dan saat Adilla membuka tasnya, kecoa mainan itu lompat dan menempel ke baju seragamnya. Adilla syok dan langsung pingsan. Annisa menahannya dan Hani menahan tawanya. Lalu satu kelas itu membawa Adilla ke UKS, Hani juga ikut ke UKS untuk melihat keadaannya. Dia tidak mau hanya karena jailannya Adilla menjadi sakit parah.
            Saat Hani dan teman-teman lainnya mau masuk ke UKS, petugasnya tidak mengizinkan dan hanya menyuruh kembali ke kelas. Dan Hani memutuskan akan menjenguknya pulang sekolah karena dia dengar bahwa Adilla harus dirawat sementara di UKS. Hani tidak menyangka bahwa akan terjadi kejadian seperti ini.
            Lalu saat pulang sekolah, saat Hani hendak ke UKS, dia bertemu dengan Annisa dan menyapanya, "Hai Annisa! Kamu mau ke mana?"
            "Aku mau menjenguk Adilla, kasian dia. Jantungnya lemah, dan jika ada yang membuatnya syok atau kaget tiba-tiba, dia bisa pingsan dan mungkin bisa meninggal. Tapi kuharap tidak," jawab Annisa. Hani kaget dalam hati, apa dia bisa membuat Adilla meninggal sekarang?
            "Oh ya, kamu juga mau ke mana?" tanya Annisa.
            "Oh, aku juga mau menjenguk Adilla," jawab Hani sambil tersenyum paksa.
            "Ayo bareng," ajaknya. Hani hanya tersenyum mengiyakan.
            Sesampainya di UKS, mereka masuk kamar 3, tempat Adilla. Saat mereka masuk, mereka melihat Adilla terbaring lemah di ranjang.
            "Hai Adilla," sapa Annisa sambil duduk di kursi samping ranjang tempat Adilla.
            "Hai, Annisa..." balas Adilla. "Hai juga Hani..."
            Hani hanya mengulumkan senyum saja. Dia tahu dia bersalah, tapi dia tidak mau mengaku bahwa dialah yang memasukkan kecoa mainan ke tas Adilla.
            "Waktuku tinggal sedikit," kata Adilla sambil tersenyum kecil.
            "Maksudmu?" tanya Hani tidak mengerti.
            "Udah, gak usah dibahas," jawab Adilla. Annisa hanya terdiam, dia mengerti apa maksud ucapan Adilla.
            Lalu suasana hening, tidak ada yang berbicara. Dan Annisa langsung angkat bicara, "Hey, Adilla! Kamu mau snack? Kalau mau nanti aku belikan, kantin belum tutup jam segini."
            "Boleh.." balas Adilla, "Terima kasih ya."
            "Ya, tentu," jawab Annisa. "Aku keluar dulu ya."
            Hani dan Adilla mengangguk mengiyakan. Lalu suasana kembali hening selama 3 menit.
            "Ngg.. Adilla," kata Hani.
            "Ya?" jawab Adilla.
            "Kalau aku boleh tahu, kamu sakit apa? Kok akhir-akhir ini aku jarang liat kamu?" tanya Hani.
          "Aku sakit biasa. Aku gak masuk karena ada keperluan keluarga kok," jawab Adilla sambil tersenyum.
            Hani tahu Adilla berbohong, tapi dia hanya bisa mengiyakan, "Oooh..."

*

            Keesokan harinya Hani mendapat kabar bahwa Adilla masuk rumah sakit. Hani tambah syok, dan pulang sekolah juga nanti Hani akan menjenguknya ke rumah sakit dan dia juga sudah mendapatkan alamat rumah sakitnya.
            Dan saat dia sudah sampai di rumah sakit seusai sekolah, dia kembali bertemu dengan Annisa. "Hey, Annisa!" panggil Hani.
            "Eh, Hani," balas Annisa. "Kamu mau jenguk Adilla?"
            "Iya! Kamu juga?" Hani balas bertanya. Annisa mengangguk.
            Sesampainya di kamar tempat Adilla dirawat, Hani dan Annisa masuk dan melihat lagi Adilla yang terbaring lemah. Mereka menyapanya tapi tidak dijawab. Mereka yakin Adilla sedang tidur, karena mereka tidak mau mengganggunya, akhirnya mereka menunggu di luar.
            Tapi 4 jam mereka menunggu Adilla tidak bangun-bangun. Wajar sih, orang sakit memang sebaiknya tidur. Lalu seorang dokter bersama susternya memasuki ruangan Adilla dan Hani serta Annisa tidak tahu apa yang dilakukan dokter tersebut. Tak lama orangtua Adilla datang dan dokter keluar dari ruangan Adilla. Dokter sempat berbincang-bincang dengan orangtua Adilla.
            Dan Hani serta Annisa melihat ibu Adilla yang menangis. serentak mereka bingung apa yang terjadi. Lalu mereka bertanya pada dokter.
            "Kalian siapanya Adilla?" tanya dokter.
            "Kami temannya, dok," jawab Annisa. "Apa yang terjadi pada Adilla?"
            "Waktu untuknya sudah habis," jawab dokter. Dan dokter meninggal mereka, sementara Annisa syok dan langsung menangis. Dan kali ini Hani mengerti apa yang terjadi pada Adilla, singkatnya, Adilla meninggal.

*

            Hanya karena kejailan, ternyata dapat menimbulkan kekacauan. Hani belum sempat meminta maaf, apalagi belum mengaku bahwa dia yang melakukan itu pada Adilla. Baru kali ini Hani menangisi orang yang meninggal. Dan orang itu bukan salah satu orang yang Hani sayangi.
            Adilla, maafkan aku. Kutahu kau kesal, kutahu kau benci padaku. Tapi sumpah, aku tidak tahu kalau kejadiannya sampai seperti ini. Akulah yang membuatmu seperti ini. Maafkan aku, Adilla.... maafkan aku... aku menyesal... maafkan aku...

No comments:

Post a Comment